By Hotman Siregar
As many as 58 percent of the public believe the case involving the Corruption Eradication Commission's commisioner is an attempt to criminalise and undermine the KPK. Just 15 percent believe it is purely a legal case, while 27 percent are baffled at the goings on of their leaders.
Most Indonesians see the case for what it is: a legal farce dressed up in a political charade.
Read on:
Sebagian besar, tepatnya sebanyak 58 persen publik percaya, kasus
yang menimpa komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini
merupakan upaya kriminalisasi. Hanya 15 persen publik percaya kasus
hukum yang menimpa KPK murni kasus hukum. Sementara 27 persen menyatakan
tidak tahu.
Hasil itu merupakan survei Persepsi Masyarakat terhadap Isu KPK Vs
Polri yang diadakan Litbang Beritasatu pada 28 Januari-1 Februari 2015.
Jumlah sampel sebanyak 500 orang mewakili pengguna telepon di lima kota
besar di Indonesia, yakitu DKI Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, dan
Makassar.
Responden dipilih secara acak sistematis berdasarkan buku telepon yang diterbitkan oleh PT Telkom. Margin of error lebih-kurang 4,5 pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Tim Litbang Beritasatu Didik J Rachbini memaparkan, mayoritas publik
atau 67 persen publik percaya, selama ini ada upaya untuk melemahkan
KPK. Hanya ada 12 persen publik yang tidak mempercayai adanya
upaya-upaya untuk melemahkan institusi KPK.
"Namun, harapan publik terhadap Presiden Jokowi masih sangat tinggi.
Sebanyak 69 persen masyarakat yakin Presiden Jokowi mampu menyelesaikan
perseteruan antara KPK dan Polri," kata Didik dalam paparan hasil survei
Litbang Beritasatu di Gedung Beritasatu Media Holding, Jakarta,
Selatan, Jumat (6/2).
Didik menambahkan, KPK masih menjadi lembaga penegak hukum yang
paling memuaskan masyarakat. Sebanyak 66 persen publik puas terhadap
kinerja KPK. Sementara kepuasan publik atas kinerja kepolisian hanya 23
persen.
This article originally appeared 6 February in Berita Satu.
No comments:
Post a Comment