By Kompas
Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana menuding
saat ini telah terjadi konspirasi dalam perpolitikan Indonesia. Ia
menyebut konspirasi tersebut dibentuk oleh gerakan komunis baru.
Lulung
(sapaan Lunggana) menilai, polemik yang terjadi dalam pembahasan
rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) DKI 2015,
merupakan salah satu aksi yang telah dilakukan oleh gerakan yang ia
tuding itu. Tujuannya, untuk mengadu domba rakyat dengan para pemangku
kebijakan.
"Kalau boleh saya ngomong ekstrim, saat ini
konspirasi politik. Teman-teman boleh mengevaluasi. Ada yang membentuk
opini dengan tujuan ingin menjauhkan pihak keamanan dengan rakyat, ingin
menjauhkan pemerintahan daerah dengan rakyat, menjauhkan DPRD dengan
rakyat," kata dia saat menjadi pembicara dalam sebuah acara diskusi di
kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2015).
"Ini bentuk adu domba, dan ini konsep dari komunis baru," kata dia.
Pernyataan
Lulung itu sempat membuat moderator acara bingung. Si moderator pun
sempat mempertanyakan maksud pertanyaan tokoh asal Tanah Abang itu.
"Kenapa komunis, bang?" tanya si moderator.
"Ya, kan adu domba.
Komunis kan adu domba. Ini pandangan pribadi saya. Teman-teman silahkan
evaluasi. Itu terjadi sejak pertengahan 2014 sampai dengan hari ini. Ini
sudah terjadi," ujarnya.
Pernyataan Lulung itu sempat membuat
peserta diskusi tertawa. Sebagai informasi, Lulung menyampaikan hal
tersebut dengan tujuan ingin menambahkan pernyataan pengamat ekonomi
kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy.
Seperti halnya Lulung,
Ichsanuddin juga menjadi pembicara dalam diskusi yang membahas seputar
terjadinya polemik pada pembahasan RAPBD DKI 2015. Dalam pemaparannya,
Ichsanuddin berharap agar para pemangku kebijakan tidak mudah diadu
domba. Masyarakat pun, kata dia, jangan mudah terlena dengan konflik
yang terjadi antar pemangku kebijakan.
"Kalau kita ribut,
tiba-tiba Freeport diperpanjang. Kalau kita ribut, SKK Migas pergi ke
pasar bebas. Jadi, jangan mau diadu domba. Karena begitu kita diadu
domba, sumber daya alam kita diambil. Itu faktanya," ujar Ichsanuddin.
This article orginally appeared 7 March in Kompas.
No comments:
Post a Comment